Day 3_6# The Trunyan, Bali

The Trunyan

Trunyan, merupakan salah satu desa tua di Bali, terletak di pinggir Danau Batur, dan merupakan area yang dihuni oleh penduduk asli Bali serta terkenal dengan ‘pemakaman’ yang terbuka dan unik. Menurut saya tempat ini dan sepanjang jalur menuju lokasi ini adalah jalur eksotis. Untuk mencapainya, kita melawati daerah obyek wisata penelokan. Dari penelokan, kita bisa melihat indahnya pemandangan Danau Batur. Waktu saya kesana, awan gelap sedang menggantung diatas menutupi langit biru tapi hal tersebut tidak mengurangi decak kagum saya akan keindahan pemandangan Danau Batur. Seperti lukisan, melihatnya benar-benar membuat saya berdecak kagum atas salah satu maha karya Sang Pencipta… Subhanallah indahnyaaa…. *tak terungkapkan kata-kata πŸ™‚ *

Jalan menuju desa Trunyan sangat berkelok, naik-turun tajam, dan sempit, tidak disarankan bagi yang hanya bisa-bisaan bawa mobil melewati jalur ini, dan kalau mau masuk melewati jalur ini sewalah jasa pemandu yang ada di atas jalan sebelum memasuki area ini. Mengapa? ga lucu kan kalau pas di tengah jalan tiba-tiba ketemu kendaraan lain, sedangkan jalan hanya muat untuk 1 mobil saja >.< ….ah gampang tinggal mundur… tp kalo mundur nya nanjak atau bisa juga sambil nikung juga gimana???… :p beresiko tingkat dewa… ga tanggung jawab deh pokoknya -__-

jalur sempit, berkelok dan banyak naikan dan/atau turunan tajam

Akhirnya… sampailah kami di Desa Trunyan, mengejar waktu supaya tidak kesorean makan diputuskan untuk lebih dulu menyeberangi danau batur ini menuju lokasi Kuburan Trunyan. Dermaga kapal persis berada di depan Desa Trunyan, jasa perahu disini bisa kita sewa sekitar Rp 200ribu… jangan lupa ditawar πŸ˜€ πŸ˜€ πŸ˜€

Menyeberangi lokasi ini kurang lebih 20-30 menit, lumayan cukup lama yaa… tapi jangan khawatir pemandangannya indah kok… jadi ga berasa menyeberang agak lama juga πŸ™‚ oh ya harga sewa kapal diatas sudah termasuk pelampungnya….. pelampung yg ada sama seperti yang saya pake (yang orange).. kalau punya kakak bima dan ‘lil iLLie itu milik kami pribadi *hehehe.. ga mau resiko saya kalo untuk anak-anak, jadi spesial untuk mereka berdua rela deh saya bawa pelampung sendiri πŸ™‚

Sebelum merapat, bisa kita lihat dari danau, pintu memasuki area kuburan Trunyan… tak terlihat apa-apa yaaa…Β  (lihat foto yang dibawah :p )

pintu masuk kuburan trunyan

Trunyan memang memiliki banyak keunikan. Daya tarik paling tingginya adalah dalam memperlakukan jenazah warganya, yang tidak seperti pada umumnya umat Hindu dimana biasanya umat Hindu di Bali melangsungkan upacara ngaben untuk pembakaran jenazah.

Narsis dulu sebelum masuk ke dalam area kuburan Trunyan. Di gerbang depannya pun sudah disambut banyak tengkorak yang tergeletak disana sini….

sebelum memasuki kuburan Trunyan, sudah disambut tengkorak-tengkorak yang ada di sisi-sisi pintu masuk

Di Trunyan ini, penduduknya memiliki adat pemakaman yang cukup unik. Bila ada warganya yang meninggal, jenazahnya akan ‘dimakamkan’ diatas batu besar yang memiliki cekungan 7 buah. Cekungan tersebut terbentuk secara alamaiah saat Gunung Agung meletus. Jenasah hanya diletakkan begitu saja diatas cekungan batu dengan hanya dipagari bambu anyam secukupnya. Dan uniknya, meskipun sudah berhari-hari dan tidak di balsem, jenasah sama sekali tidak bau. Jumlah maksimum jenazah yang diletakkan di bawah pohon Taru Menyan ini adalah 11, apabila lebih dari sebelas, katanya jenazah ke 12 dan seterusnya akan berbau… yang mana baunya kadang-kadang muncul… kadang-kadang menghilang… *hmmmm…

Rahasia dari tidak menyebarnya bau busuk yang berasal dari mayat-mayat tersebut terletak pada pohon Taru Menyan. Pohon besa ini (foto yang dibawah) dibiarkan secara alami tumbuh besar dan rimbun. Aroma harum yang dikeluarkan oleh pohon Taru Menyan ini mengalahkan bau busuk yang dikeluarkan oleh jenazah yang membusuk hingga akhirnya yang bersisa adalah kerangka tulang. Unik, dan saya benar-benar melihat bukti nyata dari jarak yang sangat dekat. Jenazah (yang ada fotonya) ini belum ada 3 minggu tetapi bahkan sedekat itu saya berdiri tidak tercium sedikitpun aroma tak sedap.

Pohon Taru Menyan

Tengkorak juga merupakan daya tarik berikutnya yang menempati rating tertinggi kalau menurut… saya sebagai pengunjung :p ….Desa Trunyan memiliki 3 jenis kuburan, terdiri dari kuburan utama yang diperuntukkan bagi jenazah orang yang dianggap paling suci/baik dan meninggal secara wajar dengan jasad utuh. Biasanya yang termasuk kategori ini adalah pemuka agam dan pimpinan atau pemuka adat dan lain-lain yang dihormati.Β  Kuburan yang kedua adalah kuburan bagi orang dewasa dan bayi yang meninggal dengan jasad utuh. Untuk kuburan yang terakhir adalah kuburan bagi orang-orang yang meninggal secara tidak wajar seperti dikarenakan bunuh diri, bencana alam, atau kecelakaan lalu lintas, dan sebagainya.

Bapak ini salah satu guide di kuburan Trunyan. kebetulan saya datang ke lokasi ini dengan orang asli Bali, dan paham seluk beluk disini, info langsung dari mereka : HATI-HATI dengan ‘guide’ lokal kuburan Trunyan, mayoritas pada awalnya mereka cukup ramah dalam mendampingi kita untuk melihat-lihat dan menceritakan berbagai hal terkait dengan Trunyan, tetapi sebelum kita menyeberang pulang mereka akan mendesak untuk meminta uang jasa ‘Guide’… terang-terangan meminta lho yaaa… dengan minimal harga… bukan meminta sukarela dari turis..

bersama pemandu kami yang selalu sabar memberikan jawaban …ga yang gede ga yang kecil, tamu nya banyak nanya niiiih… πŸ˜€

Puas melihat, bertanya-tanya dan mendengar keterangan serta cerita-cerita unik di kuburan Trunyan, kembalilah saya menyeberang pulang menuju dermaga Desa Trunyan. Mampir juga doonk ke desanya…Β  di dalam desa ini terdapat kantor desanya, terdapat koperasi jugaa… lumayan komplit untuk desa yang jauh dari hiruk pikuk kota.

Kantor Desa Trunyan

Pura Pancering Jagat, merupakan salah satu peninggal purbakala dimana terdapat Prasasti Trunyan tahun Saka 891, yang menyebutkan akan keberadaan pura ini.Β  Sayang, karena beberapa waktu yang lalu ada yang meninggal menurut tradisi mereka tidak diperkenankan untuk memasuki area pura ini. Jadilah saya hanya boleh memandang pura dari depan gapura dan tidak boleh masuk kedalamnya.

Β 

Konon, nama pura ini berasal dari patung raksasa setinggi 4 meter yang mana masyarakat setempat menyebutnya “Arca Da Tonta atau Ratu Gede Pusering Jagat” . Pura ini memiliki bangunan utama yaitu meru suci tempat arca batu yang disakralkan oleh warga desa yang sampai sekarang masih melanjutkan kepercayaan megalitik. Hanya foto dibawah ini yang berhasil saya ambil dari depan gapura masuk.. area lain ga bisa diambil karena ga boleh masuk… 😦

Menyenangkan sekali berkunjung ke Desa Trunyan ini, masyarakatnya sangat ramah, pria berbaju merah ini adalah teman Bli Surya penduduk asli desa Trunyan, lahir dan besar di Trunyan,namanya…. siapa yaaa.. *duh lupaa…*Β  ingat nama gaulnya : Bli Donal… hihihi…

bersama Bli Donal.. salah satu teman Bli Surya, pemandu wisata di Trunyan yang menemani kami berkeliling Desa Trunyan

Kata Bli Donal, lain waktu jika ada kesempatan berkunjung kembali kesini dan kalau beruntung tepat disaat Desa Trunyan mengadakan upacara di pura,Β  wisatawan yang sedang berkunjung boleh menyaksikan dari dekat prosesi upacara mereka lhooo…. unik yaaa…. its Never Ending Story of Trunyan..

Trunyan menjadi penutup destinasi hari ketiga saya di Bali….sudah sangat sore dan mari melanjutkan perjalanan berikutnyaaaaa….. sampai ketemu di cerita destinasi hari ke-4 yaaaa… *Let’s Rock BaliΒ  \m/

LOVE to VISIT INDONESIA

miraYAmira